Saturday, January 23, 2010


Seperti apa taman bergantung Babylonia?Bayangkan sebuah dataran tinggi bertingkat-tingkat setinggi seratus meter. Masing-masing tingkat ditumbuhi ratusan pohon palam, anggur, sycamore, zaitun, apel, akasia, almond, peach dan lili air. Ketika angin bertiup, wangi anggur, zaitun dan peach menelusup ke penciuman, menerbitkan selera. Manis rasa buah dibawa angin sampai ke lidah. Seperti yang dilukiskan puisi tradisional Babylonia: ”seseorang bisa minum sari buah di taman ini, hanya dengan membaui aroma pohonnya saja.” Ketika angin berhembus, daun-daun palem berguguran dibawa angin mengambang ke kolam-kolam lili air, dan ke kota Babylon di bawahnya. Seluruh wilayah kota terbesar pertama di masa kuno ini (penduduknya diperkirakan 200.000 jiwa) terlihat sangat jelas dari puncak taman. Meski berada di dataran tinggi namun seluruh tanaman disirami air setiap hari. Sistem pengairan taman ini sangat menakjubkan (lihat Rahasia Air yang Memanjat). Tak salah kiranya jika Philon, filsuf Yunani yang gemar berkelana mencatatnya sebagai satu dari tujuh keajaiban kuno dunia. Taman ini sangat memikat hati. Persembahan Cinta Layaknya Taj Mahal di India yang dibangun Shah Jahan untuk permaisuri terkasihnya Mumtaz Mahal, taman bergantung Babylonia pun merupakan sebuah persembahan cinta. Taman ini dibangun Nebukadnezar II yang memerintah dari tahun 605-562 SM., diperuntukkan bagi Amytis, permaisuri tercintanya yang berasal dari kerajaan Media. Kerajaan Media berlokasi di pegunungan Persia (Iran). Amytis besar diantara hijaunya pegunungan serta sejuknya semilir angin. Kondisi kerajaannya berbanding terbalik dengan Babylonia. Babylonia merupakan wilayah datar, kering dan panas. Hal ini membuat Amytis selalu terkenang akan hijaunya hutan Media. Ia rindu kembali ke kampung halamannya. Untuk mengobati kerinduan istrinya raja Nebukadnezar memerintahkan untuk membangun sebuah taman rindang di dataran tinggi. Taman itu dibangun di timur sungai Efrat, sekitar 50 km selatan Baghdad, Iraq. Menurut sejarawan Yunani Diodorus Siculus, lebar taman ini 400 kaki, panjangnya 400 kaki dan tingginya sekitar 80 kaki. Taman ini berdiri di atas ‘alas’ yang terbuat dari batu bata yang ditutup aspal dan keramik. Berfungsi untuk mencegah masuknya rembesan air ke tanah yang berkemungkinan besar akan mengkorosi fondasi taman. Sejarawan lainnya, Herodotus mengungkapkan bahwa taman ini terletak di dalam dinding istana yang berlapis emas yang panjangnya mencapai 56 mil. Jalan taman ini sangat lebar hingga memungkinkan bagi kereta yang ditarik empat ekor kuda untuk berputar balik. Di sini juga berdiri kuil-kuil pemujaan yang berisi patung dewa dari emas. Taman ini dibuat bertingkat, lebih tinggi dari bangunan lain di kota Babylon, menimbulkan ilusi ‘tergantung di udara’. Kesan ini makin jelas bila taman dilihat dari balik rumah-rumah penduduk. Semua tanaman akan terlihat menggantung di atas atap perumahan. Inilah sebabnya kenapa taman itu dinamakan taman bergantung. (Maya, dari berbagai sumber)

Rahasia Air yang Memanjat

Salah satu yang paling menakjubkan dari taman bergantung Babylonia adalah sistem pengairannya. Para kontraktor taman ini berhasil mendisain suatu sistem pengairan yang memungkinkan air sungai Efrat untuk ‘memanjat’ taman setinggi seratus meter itu. Mereka menggunakan semacam pompa kincir raksasa. Dua buah kincir besar—satu diatas yang lain di bawah dihubungkan dengan sebuah rantai. Rantai inilah yang memutar kedua kincir tersebut untuk mengambil dan menuangkan air. Di sepanjang rantai itu diikatkan ember-ember besar yang mengambil air dari sungai efrat, dan menuangkannya ke kolam penampungan di puncak taman. Sistem ini memungkinkan taman untuk menerima air terus menerus. Jadi, meskipun Babylonia merupakan wilayah yang jarang didatangi hujan, tamannya tetap menerima cukup pasokan air.


Taman Bergantung Babylonia.
Antara Ada dan Tiada

Keberadaan taman bergantung Babylonia telah memunculkan kontroversi di kalangan para arkeolog. Keberadaan taman ini diragukan mengingat tak ada bukti arkeologi yang mendukung keberadaannya di masa lalu. Manuskrip-manuskrip cuneiform Babylonia yang ditemukan pun tak ada yang membahasnya, padahal bangunan kuno lainnya seperti ziggurat dan kuil Marduk diterangkan dengan jelas. Bukti yang sering dikemukakan arkeolog yang meyakini keberadaan taman ini adalah kisah dari pasukan Alexander yang Agung. Diceritakan, ketika pasukan Alexander tiba di dataran Mesopotamia dan melihat kota Babylon mereka sangat takjub pada sebuah taman tinggi yang dipenuhi pohon-pohon palem dan berbagai tanaman lain. Kisah mengenai taman itu mereka ceritakan kembali ketika tiba di kampung halaman. Kisah-kisah itulah yang ditulis menjadi puisi oleh banyak penyair. Namun, sebagian arkeolog meragukan kisah ini. Sebab para prajurit itu menceritakan taman, istana raja dan ziggurat secara sekaligus sehingga berkemungkinan besar para sastrawan menggabungkan semua bangunan ini dalam satu kisah. Memberi kesan seolah-olah telah berdiri sebuah bangunan yang menakjubkan. Para sejarahwan yang menceritakan taman itupun—seperti Berossus, Diodorus Siculus, Herodotus dan Philon tak ada yang menyaksikannya secara langsung. Penggalian para arkeolog di reruntuhan kota Babylon pun membuktikan bahwa dinding istana kerajaan tidak sepanjang yang diungkapkan Herodotus. Kemungkinan besar taman yang dimaksudkan adalah sebuah taman kerajaan yang merupakan satu kesatuan dengan ziggurat dan istana. Meski demikian, para arkeolog sampai sekarang tetap berusaha menemukan bukti arkeologis keberadaan taman ini. Jika memang pernah ada mengapa taman sebesar itu sampai musnah tak bersisa? Bencana semacam apa yang membuat bangunan ini rusak luar biasa? Well, kita tunggu saja temuan arkeolog selanjutnya.
(Maya, berbagia sumber)

Ini Itu Taman Bergantung Babylonia


Taman bergantung sebenarnya tidak sungguh-sungguh tergantung. Ada misinterpretasi soal kata ‘bergantung.’ Orang Yunani menyebut taman ini dengan ‘kremastos’ yang dilatinkan menjadi ‘pensilis’, dan dalam bahasa Inggris disebut ‘overhanging’, artinya berada di balkon atau di teras. Jadi yang dimaksud dengan taman bergantung adalah taman yang berada di dataran tinggi seperti balkon atau teras.
Robert Koldewey adalah arkeologis Jerman yang berhasil menemukan reruntuhan kota Babylon. Ia mulai menggali lokasi situs tahun 1899. Koldewey menggali selama 14 tahun dan berhasil menemukan dinding istana, menara Babel dan fondasi istana Nebukadnezar. Menurut manuskrip hanya ada dua bangunan di kota itu yang terbuat dari batu yakni dinding utara istana dan taman bergantung. Koldewey berhasil menemukan 14 ruangan dari batu. Diperkirakan diantaranya merupakan bagian dari taman bergantung. Koldewey juga menemukan lubang aneh di lantai, kemungkinan besar di tempat itulah dulu berdiri pompa kincir raksasa taman bergantung. Lokasi reruntuhan yang ditemukan Koldewey berada jauh dari sungai Efrat. Jadi arkeolog lain masih meragukan kalau reruntuhan itu berasal dari taman bergantung. Sebab menurut sejarahnya taman itu terletak dekat sungai Efrat.

No comments:

Post a Comment